Senin, 22 April 2019

Bermain Bersama Teman-Teman

Hooraayy......Liburan karena anak-anak kelas 6 SD ujian selama 3 hari, benar-benar dimanfaatkan oleh anak-anak Bilik Dolan yang melakukan berbagai macam aktivitas di Bilik Dolan.
Sambil menikmati udara alami di bilik dolan dengan memakai tikar dan alas.

Mereka mewarnai, menggambar dan bersenda gurau bersama, sambil meningkatkan kebersamaan mereka.
Kegiatan yang harus diapresiasi karena tanpa memakai gadget yang dapat merusak mata dan membuat anak-anak malas bergerak dan bersosialisasi dengan teman-temannya.




Senin, 15 April 2019

Happy Birthday Ayomi...

Happy Birthday Ayomi yang ke - 4 tahun.
Panjang umur selalu, murah rejeki, sehat selalu, makin pintar dan lucu.
All The Best for Ayomi....
















Rabu, 10 April 2019

Pembentukan Karakter Anak Dalam Keluarga

Usia dini adalah masa perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya terutama keluarga. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses. Mulailah membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini, karena usia dini adalah usia emas. Melalui pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

Pendidikan karakter ini hendaknya dilakukan sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya. Dalam masa emas ini, seluruh aspek perkembangan pada anak usia dini, memang memasuki tahap atau periode yang sangat peka. Artinya, jika tahap ini mampu dioptimalkan dengan memberikan berbagai stimulasi yang produktif, maka perkembangan anak di masa dewasa, juga akan berlangsung secara produktif.
Peran keluarga dalam Pembentukan karakter Anak
Keluarga adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak di Indonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Sampai usia 18 tahun, mereka masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang anak tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”..
Perkembangan otak di masa anak-anak berjalan sangat efektif. Pada masa ini bakat serta potensi akademis dan nonakademis anak bermunculan dan sangat potensial. Usia anak dari umur satu sampai tiga tahun adalah masa paling penting bagi tumbuh kembang mereka. Indikator tumbuh kembang anak tidak hanya diukur dari pertumbuhan fisik, namun juga perkembangan otak yang dapat dilihat dari responnya terhadap lingkungan.
Untuk melihat kecerdasan otak seorang anak, orang tua perlu memahami perubahan apa saja yang penting bagi anak. Jika orang tua tidak tanggap dengan perkembangan anak, masalah akan datang saat anak sudah dewasa nanti.
Pada otak anak usia 3 tahun, terbentuk milyaran sel disebut neuron, yang mengirim dan menerima informasi. Lima tahun ke depan adalah mengelola neuron ini jadi jaringan sambungan berkecepatan tinggi yang mengontrol emosi, pikiran, dan gerakan. Pengelolaan seperti ini butuh banyak upaya: Dari usia tiga sampai sembilan tahun, otak menggunakan lebih banyak energi dibanding kurun waktu lain dalam hidup.Pendeskripsian otak anak seperti ‘plastik’. Artinya, otak  sangat elastis alias luwes dalam perubahan, dan pengalaman secara fisik mengubah, atau mengarahkan, perkembangan sambungan antara bagian otak yang berbeda. Sambungan yang paling sering digunakan, seperti yang membuat anak berjalan dan berbicara, meluas dan menguat. Sementara itu, perubahan fisik lain terjadi sehingga pesan-pesan dalam otak yang dikirimkan makin cepat sampai dan lebih efisien. Untuk mengetahui sambungan otak sudah mulai terbentuk adalah anak-anak mulai bertanya hal-hal baru dan menggunakan kata-kata baru.
Pada usia dua sampai tiga tahun, ada peningkatan aktivitas pada dua area utama otak, yaitu memroses bahasa, hal ini terbukti dari meningkatnya secara drastis kosa kata anak prasekolah, mulai dari sekitar 900 kata sampai 2.500-3.000 kata sebelum mencapai umur lima tahun.Tiap anak akan mengembangkan keunikan otak masing-masing. Semua jenis keterampilan (bermain musik atau olahraga), dan juga setiap pikiran, perasaan, dan pengalaman akan berinteraksi dengan bekal genetis yang dimiliki dan menciptakan jaringan otak tersendiri.
Karakter seorang anak terbentuk terutama pada saat anak berusia 3 hingga 10 tahun. Adalah tugas kita sebagai orang tua untuk menentukan input seperti apa yang masuk ke dalam pikirannya, sehingga bisa membentuk karakter anak yang berkualitas. Karakter adalah sesuatu yang dibentuk, dikonstruksi, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya seorang anak.
Anak itu ibarat kanvas putih bersih. Diberi goresan hitam, ia akan menjadi hitam. Diberi goresan kuning, ia akan  menjadi kuning. Atau yang lebih tepat, anak itu ibarat lempung. Dan kita, orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah yang membentuk lempung itu. Akan berbentuk apa lempung itu, hal itu tergantung pada orangtua yang membentuknya. Ini berkaitan dengan bagaimana dan cara yang harus dilakukan agar anak didik dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi dapat menginternalisasi, menjalankan, dan terus menjadikan pegangan dalam kehidupan. Ada 18 karakter yang dapat ditanamkan dalam kehidupan anak-anak. Diantaranya; religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Pendidikan agama juga sangat penting dalam lingkungan pendidikan seorang anak. Pendidikan agama dapat berfungsi sebagai  kontrol internal pada diri sang anak. Lingkungan keluarga harus bisa memberikan contoh perilaku yang baik kepada sang anak. Ubah lingkungan di mana sang anak itu tumbuh jadi lingkungan yang memberi teladan baik. Tempatkan ia dalam lingkungan yang memunculkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Lingkungan inilah yang terutama membentuk lempung (anak) itu. Membangun karakter diperlukan juga semacam reward and punishment untuk sang anak, terutama di sekolah. Jika ia berlaku baik, beri semacam “hadiah” apa pun bentuknya, entah itu pujian atau apa pun. Jika ia berlaku buruk, beri juga ia hukuman. Lingkungan dan reward and punishment ini  nantinya akan menjadi semacam kontrol eksternal (sosial) pada diri sang anak, yang lazimnya jauh lebih efektif ketimbang sekadar kontrol internal dalam membentuk karakter baik anak.
Pendidikan yang perlu di tanamkan kepada anak sejak awal adalah:
1. Pendidikan keagamaan
Ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak ; seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Tunjukkan buku, gambar, dan cerita-cerita yang bisa menginspirasi si anak yang berhubungan dengan keagamaan tersebut. Jika memungkinkan, ajak anak anda untuk ikut ke tempat ibadah bersama. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak kita.
2. Kualitas input yang diterima
Seorang anak pada usia dibawah 10 tahun belum mempunyai fondasi yang kuat dalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan tersebut akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan sebagai dasar atau prinsip dalam hidupnya. Adalah tugas orang tua untuk memilah dan menentukan, input-input mana saja yang perlu dimasukkan,dan mana yang perlu dihindarkan. Menonton televisi misalnya, tidak semua acara itu bagus. Demikian juga dengan membaca majalah, menonton film, mendengarkan radio, dan sebagainya.
3. Anak adalah peniru yang baik
Ada istilah Monkey see, Monkey Do ; artinya seekor monyet biasanya akan bertindak berdasarkan apa yang telah dilihatnya. Demikian pula seorang anak. Anak perlu figur seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam tindakan sehari-harinya. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan orang tua. Jadi saat orang tua mengatakan satu nasehat, misalnya jangan tidur malam-malam,tapi orang tuanya sendiri selalu bekerja sampai larut malam, jelas ini bukan cara mendidik yang baik. Ajarkan sesuatu melalui contoh, dengan tindakan kita sendiri, akan membuat anak meniru dan mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan dan karakter di dalam pertumbuhannya.
4. No Pain No Gain
Apa yang akan anda lakukan sebagai orang tua apabila anak anda merengek-rengek, bahkan menangis minta dibelikan sebuah mainan ? Ada dua jenis jawaban yang biasanya saya lihat. Jenis orang tua yang pertama biasanya akan langsung membelikan mainan tersebut agar si anak bisa langsung diam dari tangisannya, dan tidak merepotkan orang tuanya. Dalam jangka panjang, sikap seperti ini akan membuat anak mempunyai karakter yang lemah, kurang tangguh, karena sudah dibiasakan diberiapa yang diinginkannya. Jenis orang tua yang kedua, biasanya akan menolak permintaan si anak dengan tegas, mungkin sambil memarahi atau mencuekkan begitu saja. Dalam jangka panjang, si anak akan mempunyai sifat yang acuh, kurang peduli dengan dirinya sendiri, kalau ditanya apa cita-cita atau keinginannya biasanya akan dijawab tidak tahu. Nah, anda sebagai orang tua bisa mencoba menambahkan alternatif pilihan ketiga, yaitu gabungan dari keduanya. Saya mengistilahkan gabungan ini dengan No Pain No Gain. Jadi saat seorang anak meminta sesuatu misalnya, kita bisa memberikannya dengan syarat tertentu. Contoh,seorang anak minta mainan pada kita sebagai orang tuanya, maka kita bisa mensyaratkan ha-hal tertentu sebagai `kerja keras’ yang harus dilakukan. Misalnya, si anak harus membantu si ayah mencuci mobil selama sebulan, atau membantu ibu membuang sampah setiap hari, baru kemudian si anak mendapatkan mainan tersebut. System No Pain No Gain ini dalam jangka panjang akan membentuk karakter yang kuat dan tangguh dari si anak, karena mereka sejak kecil sudah dibiasakan harus bekerja dulu baru mendapatkan hasil.
5. Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi
Sejak kecil, seorang anak perlu dididik tiga perilaku dasar dalam komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Pertama adalah harus belajar mengucapkan “terima kasih” kepada siapa saja yang sudah memberikan sesuatu kepadanya, kedua adalah harus belajar mengucapkan kata “tolong” apabila ingin meminta bantuan kepada orang di sekitarnya, dan ketiga adalah belajar mengucapkan kata “maaf” apabila memang bersalah. Kelihatannya memang sederhana, tapi coba lihat, berapa banyak orang yang merasa dirinya sudah dewasa yang terbiasa mengucapkan kata-kata tersebut ? Kalau anak kita sudah terbiasa mengucapkannya sejak kecil, perilakunya akan lebih menghargai orang lain. Karakter, kepribadian, dan kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan input yang diterimanya dari orang tua. Bila orang tua kurang memberikan bimbingan ini secara maksimal, maka peran ini akan diambil alih oleh lingkungan, yang mana bisa memberikan berbagai macam input yang lebih banyak negatifnya daripada positifnya.
Memahami karakter anak memang terkadang begitu sulit bahkan kita seringkali tidak mampu melakukannya. Kebanyakan kita bahkan dibuat bingung oleh anak sehingga mereka enggan membagi banyak hal misalnya cerita di sekolah, masalah mereka, hingga cerita-cerita yang biasa kepada kita sebagai orang tua. Ketika anak mulai tidak nyaman berbicara dengan kita, mungkin itu berarti kita belum mampu mendapatkan kepercayaan dan memahami karakter anak itu sendiri. Untungnya, kami memberikan beberapa tips memahami karakter anak yang bisa anda coba di rumah.
1. Mendengarkan anak anda dengan baik
Jangan mendengarkan anak sebagai syarat saja, namun dengarkan dengan baik, berikan respon, dan pikirkan penyelesaiannya jika anak mempunyai masalah. Banyak orang tua yang menganggap cerita anak mereka tidak penting dan hanya mendengarkan sebagai symbol atau syarat saja. Sementara itu, anak mengetahui bahwa mereka tidak didengarkan dan mulai menjauh dari orang tua. Ketika hal ini terjadi, maka orang tua sudah mengambil langkah salah untuk memahami seorang anak.
2. Berusaha memahami tipe emosional anak
Misalkan, anak anda merupakan anak yang tidak sabaran, namun sebenarnya ia bisa lebih sabar apabila diberi pengertian dengan baik. Oleh karena itu, pahami tipe emosional anak dan jangan berikan amarah atau tindak kekerasan ketika anak telah menyentuh sisi negatif dari emosinya. Berikan ia pengertian atau cari cara lain agar emosi anak tidak bertambah buruk dari waktu ke waktu.
3. Interogasi anak dengan baik
Beberapa orang tua cenderung buru-buru dan tidak sabaran ketika mereka menemukan suatu kejanggalan dan ingin mendapatkan fakta mengenai hal tersebut dari anak. jika anda melakukan interogasi dengan konsep berkata keras, memaksa, dan bahkan memukul. Maka anak akan berbohong kepada anda, serta konsep memahami karakter anak bisa pupus. Interogasi anak dengan lembut, buat ia mengatakan hal yang sebenarnya, dan ketahui bagaimana anak tersebut mampu menceritakan hal-hal yang sangat rahasia kepada anda. jika hal itu terjadi, maka anda telah memahami karakter anak dan siap untuk mendidiknya menjadi lebih baik.
Kunci dalam pendidikan karakter agar karakter anak bisa tumbuh dan berkembang maksimal, ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih. Yaitu:
1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima.
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang atau dewasa. Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama.
Hal yang paling nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
2. Kurang terbuka pada pada orang tua.
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif.
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri.
Saat anak terbiasa dan sering menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan.
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama dah kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak.
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah.
Kesimpulan
Kunci utama keberhasilan dalam membangun karakter positif pada anak adalah keteladanan dimana orang tua harus menjadi orang yang memiliki karakter positif. Perbuatan dan amal baik ini bukan hanya menjadi contoh nyata bagi anak tentang bagaimana karakter positif terwujudkan dalam segala sikap, perkataan dan perbuatan kita, tetapi juga menjadi penyemangat sekaligus untuk memudahkan anak kita dalam proses tumbuh kembangnya.
Pembentukan karakter adalah sebuah perjalanan panjang dalam mendidik anak, hasilnya mungkin baru dapat kita lihat setelah proses berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu ‘resep’ mujarab yang dapat menjawab semua permasalahan dalam menanamkan karakter positif pada anak. Kesediaan untuk selalu belajar dan memperbaiki diri yang didasari kesadaran untuk menjadi teladan dan contoh yang baik bagi anak-anak kita adalah kunci keberhasilannya. Semoga kita selalu diberi kesabaran dan kemudahan untuk terus berjuang mendidik generasi mendatang untuk menjadi manusia yang berkualitas dan berkarakter mulia.

Jumat, 05 April 2019

7 Jenis Emosi pada Anak Usia Dini

Kita juga harus mengenal berbagai jenis emosi yang terjadi pada anak, agar solusi yang kita berikan juga tepat dan kita mengerti mengapa mereka melakukan hal tersebut.
Jenis emosi pada anak usia dini akan berkembang sesuai dengan kematangan si anak usia dini atau bersamaan dengan perkembangan otaknya. Melalui belajar dna lingkungan, hal dan kondisi yang pada mulanya tidak menimbulkan respon jenis emosi pada anak usia dini, di kemudian hari tentu menimbulkan respon jenis emosi pada anak usia dini.
Pertumbuhan dan perkembangan membuat anak usia dini bersifat berbeda terhadap situasi kondisi yang khas. Apa yang menakutkan baginya pada usia tertentu tentu akan menimbulkan reaksi jenis emosi pada anak usia dini yang sama. Demikian pula rangsangan
atau alasan yang dulunya tidak menimbulkan jenis emosi pada anak usia dini dengan berbagai tingkat intensitas. Belajar dan kematangan terjalin sangat erat satu sama lain sehingga sukar untuk menetapkan pengaruh mana yang relatif lebih kuat. Berikut penjelasan mengenai Jenis Jenis Emosi pada Anak Usia Dini yaitu :
1. Takut
Adanya rasa takut pada anak usia dini ialah hal yang wajar selama rasa takut itu tidak terlalu kuat dan hanya adalah peringatan terhadap bahaya. Tapi, sebagian besar anak usia dini belajar takut terhadap hal hal yang tidak berbahaya, dan rasa takut ini menjadi penghambat terhadap tindakan yang tentu sangat berguna ataupun menyenangkan.
Lebih jelasnya lagi, beberapa anak usia dini yang mengalami berbagai macam rasa takut yang kuat dalam dirinya, sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Bila tidak ada penyaluran yang memuaskan bagi ketegangan etegangan jenis emosi pada anak usia dini ini, maka kesehatan anak usia dini akan terganggu, pandangan hidupnya akan tercemar, dan penyesuaiannya terhadap sesama manusia tidak menguntungkan.
2. Cemas
Cemas ialah suatu bentuk rasa takut yang bersifat khayalan. Jadi bukan rasa takut yang disebabkan alasan dari lingkungan si anak usia dini. Kecemasan ini tentu datangnya dari kondisi kondisi yang dikhayalkan atau diimajinasikan akan terjadi. Tapi dapat pula alasannya dari buku buku, film, komik, radio, ataupun cara rekreasi populer lain.
Sebab rasa cemas ini disebabkan oleh imajinasi atau khayalandan bukan oleh alasan nyata, maka ia tidak terdapat pada anak u sia dini di usia yang sangat muda. Kecemasan dapat terjadi bila anak usia dini telah mencapai tingkat perkembangan lanjutan yang mana ia bisa berimajinasi tentang hal hal yang secara langsung tidak ada di hadapannya. Jadi, jelaslah bahwa rasa cemas biasanya hanya sesuatu yang tidak masuk akal dan yang dibesar besarkan. Akan tetapi hai ini tentu adalah hal yang wajar dalam perkembangan anak usia dini.
3. Marah
Marah adalah reaksi jenis emosi pada anak usia dini yang lebih sering terjadi pada masa anak usia dini disebabkan lebih beberapa alasan yang menimbulkan kemarahan dalam kehidupan anak usia dini dari pada alasan yang menimbulkan rasa takut, dan beberapa anak usia dini yang pada usia muda telah menemukan bahwa marah adalah cara yang baik untuk mendapat perhatian atau memuaskan keinginannya.
4. Cemburu
Cemburu adalah respon yang normal terhadap kehilangan nyata ataupun ancaman terhadap kehilangan kasih sayang. Cemburu  ialah kelanjutan dari marah yang menimbulkan sikap benci atau dendam yang ditujukan terhadap individu, sedangkan marah dapat ditujukan tidak hanya terhadap individu tetapi terhadap diri sendiri, dan benda benda.
Dalam cemburu sering terdapat kombinasi antara marah dan takut. Individu yang cemburu merasa tidak yakin atau tidak aman dalam hubungannya dengan individu yang dicintainya. Apa yang menyebabkan individu cemburu dan bagaimana bentuk kecemburuannya beberapa dipengaruhi oleh pendidikannya dan perlakuan yang diterimanya dari individu lain.
Sifat cemburu pada masa anak usia dini dapat memengaruhi sikap individu terhadap individu lain, tidak hanya pada masa anak usia dini tapi sepanjang hidupnya. Puncak kecemburuan datang pada umur 3 dan 4 tahun, sedangkan puncak kecemburuan berikutnya muncul pada masa remaja dan masa dewasa.
5. Kegembiraan, Kesenangan atau Kenikmatan
Kegembiraan dalam bentuknya yang lebih lunak dikenal sebagai ketenangan atau kebahagiaan, yang adalah jenis emosi pada anak usia dini yang positif sebab individu yang mengalaminya tidak melakukan usaha untuk menghilangkan kondisi yang menimbulkannya. Ia menerima kondisi tersebut atau berusaha untuk mempertahankannya sebab hasil yang menyenangkan yang diperolehnya. Kondisi  gembira ini akan berbeda pada setiap perkembangan usianya.
6. Kasih sayang
Kasih sayang atau cinta  ialah reaksi jenis emosi pada anak usia dini yang ditujukan terhadap seseindividu atau suatu benda. Kasih sayang anak usia dini terhadap individu lain yang terjadi secara spontan dapat ditimbulkan oleh suatu alasan sosial yang minim sekalipun. Namun, belajar memainkan peranan yang penting dalam menentukkan individu individu tertentu
atau hal hal tertentu terhadap siapa anak usia dini menaruh kasih sayang atau cintanya. Kasih sayang atau cinta itu diperoleh melalui belajar, bukan dibawa dari lahir, maka cintanya maka cintanya terhadap anggota keluarga atau terhadap individu lain yang tidak mempunyai tali persaudaraan dengannya tergantung pada bagaimana anak anak usia dini memperlakukan dan apakah hubungannya adalah pengalaman yang menyenangkan.
7. Ingin Tahu
Minat terhadap lingkungannya sangat terbatas selama usia 2 atau 3 bulan pertama dari kehidupan terkecuali bila alasan yang kuat ditujukan terhadap si anak. Setelah usia itu, apa saja yang baru atau aneh baginya, pasti akan menimbulkan rasa ingin tahunya. Hal ini mendorongnya untuk melakukan percobaan sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. Minatnya tidak hanya terbatas pada hal hal umum dalam lingkungannya.
Tidak heran jika pada anak usia dini selalu memiliki banyak pertanyaan mengenai ingkungan di sekitarnya, pertanyaan itu tentu diajukan pada orang terdekatnya seperti apda orang tuanya atau saudara yang sering ditemuinya, anak usia dini akan terus menerus bertanya mengenai apa saja yang ia temui dan ia belum mengerti, hal ini adalah hal yang wajar, jika hal ini tidak terjadi, maka kemungkinan ada kelainan pada anak tersebut pada tumbuh kembangnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan untuk bisa memahami emosi anak anak di sekitar kita semua.


5 Teknik Menahan Emosi Saat Mendisiplinkan Anak

Nah, kalau artikel di bawah ini memberikan teknik dan cara untuk menahan emosi saat anak kita tidak disiplin atau marah-marah serta emosi kepada kita.
Tiap orangtua pasti pernah marah atau merasa kesal dengan perbuatan anaknya. Hal ini wajar, karena tiap orangtua punya batas kesabaran tertentu dengan tingkah anak-anak. Nah, yang jadi masalah, orangtua kadang langsung melampiaskan emosinya dengan membentak anak.
Menurut banyak ahli, membentak-bentak, meneriaki, apalagi menggunakan kekerasan bukanlah hal yang bijak untuk diterapkan pada anak. Masih ada cara lain yang bisa membuat Anak memahami maksud orangtua. Lalu, bagaimana caranya menahan emosi saat anak berbuat salah?

Kenapa orangtua banyak yang tidak bisa menahan emosi pada anak?

Salah satu alasan kuat mengapa orangtua tidak bisa menahan emosi pada anaknya ketika mereka berbuat salah adalah rasa takut. Ya, rasa takut bisa membuat orangtua spontan berteriak atau bahkan memukul anak. Misalnya ketika anak bermain air di dekat peralatan listrik yang tentu sangat berbahaya. Sudah diperingatkan berkali-kali, tapi anak tidak mengindahkan kata-kata orangtuanya, sampai air hampir tumpah ke colokan listrik.
Karena sangat takut akan bahaya anak tersengat listrik (kesetrum), Anda pun mungkin secara refleks berteriak padanya untuk berhenti main air. 
Biasanya, kondisi orangtua yang sedang banyak pikiran atau stres berat, juga bisa menjadi salah satu hal yang membuat mereka tidak bisa menahan emosi pada buah hatinya. Padahal, wajar saja kalau anak-anak berbuat nakal atau melakukan kesalahan. Ini karena anak-anak memang sedang belajar soal batasan perilaku, mana yang diperbolehkan orangtua dan mana yang akan dilarang.

Lalu, bagaimana cara menahan emosi saat anak berbuat salah?

1. Apakah Anda benar-benar harus marah?

Sering kali saat Anda marah kepada anak, masalahnya sebenarnya sepele. Maka, tetapkan dulu batasan-batasan perilaku mana yang perlu ditindak tegas dan mana yang masih bisa dibicarakan baik-baik. Ingat, tidak semua kenakalan anak harus direspon dengan cara memarahi atau menghukum anak. Dengan begitu, Anda pun akan lebih tenang dalam menghadapi ulah si kecil. 

2. Waktu mau marah, tenangkan diri Anda

Saat Anda melihat anak Anda berulah yang menjengkelkan, Anda mungkin jadi naik pitam dan akhirnya berteriak atau membentak. Anda bisa menghindari luapan emosi ini dengan berbagai cara untuk membuat diri serileks mungkin.
Hal pertama yang paling mudah dilakukan adalah dengan cara menarik napas sedalam mungkin. Embuskan dan ulangi beberapa kali sampai emosi Anda lebih stabil. Kedua, Anda bisa pergi menjauh dulu dari si kecil, misalnya ke kamar. Jika sudah merasa lebih tenang, Anda baru boleh mengajak anak berbicara dan memberikan arahan untuk tidak mengulangi perilakunya lagi secara tegas.

3. Coba menghitung

Selain memberikan penegasan pada anak, menghitung satu sampai sekian bisa membantu orangtua menahan emosi. Misalnya, “Rapikan mainanmu sekarang. Ibu hitung sampai sepuluh. Kalau sampai sepuluh belum rapi, kamu tidak boleh pakai mainan ini lagi. Satu… Dua…”.
Nah, jika si kecil masih belum mematuhi perintah Anda, coba untuk memberi peringatan lagi dengan sikap yang tegas tanpa meneriaki atau membentak anak.

4. Hindari memukul

Memukul akan mengajarkan anak-anak bahwa menyakiti orang lain itu diperbolehkan, dan ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa cara memecahkan masalah adalah dengan menggunakan kekerasan. Maka, untuk mendisiplinkan anak, jangan memukul atau menyakiti anak secara fisik.
Memukul anak tidak akan membuat Anda merasa lebih baik. Bukannya lega, Anda justru akan dihantui rasa bersalah dan emosi negatif lainnya. Apalagi kekerasan bisa membuat anak kehilangan kepercayaan pada orangtua sehingga ia justru akan bertingkah lebih nakal.

5. Coba kendalikan cara bicara Anda

Para periset menunjukkan, bahwa dengan semakin tenang Anda berbicara, semakin mudah juga Anda menenangkan perasaan dan menahan emosi. Sebaliknya, jika Anda menggunakan kata makian atau bentakan pada anak, semakin naik juga amarah dalam diri Anda. Coba kendalikan cara bicara Anda sebisa dan sehangat mungkin. Semakin sering dilatih, Anda bisa menguasai diri dan membuat anak mengerti bahwa perilakunya salah.
 

Cara Mengendalikan Emosi Anak Sesuai Tahapan Usianya

Kita tentu saja semua pernah menghadapi anak-anak yang lagi emosi, termasuk di bilik dolan ini, tentu saja kita harus bijak dan cakap serta tenang dan tanpa emosi dalam menghadapinya. 
Berikut ini ada tips dan trik serta kiat dalam menghadapi emosi anak tersebut.
Sejak lahir anak-anak sudah memiliki berbagai emosi (seperti marah, senang, cemas, sedih, dan sebagainya) yang akan terus berkembang seiring pertumbuhannya. Sebagai orangtua, Anda wajib tahu bagaimana cara mengendalikan emosi anak agar ia memiliki kecerdasan emosional yang baik.
Selama masa pertumbuhan anak, emosi alaminya akan bercampur dengan apa yang ia lihat dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, gaya parenting yang tepat akan sangat penting untuk mengendalikan emosi anak.
Sebelum Parents mengajarkan bagaimana cara mengendalikan emosi anak, sebaiknya ajari anak terlebih dahulu untuk mengenali dan mengidentikasi perasaannya. Misalnya, sedih, marah, kecewa, malu, senang, benci, dan sebagainya.
Berdasarkan riset, mengidentifikasi emosi adalah tahap awal dalam mengendalikan emosi anak. Jangan sampai anak tak mengerti perasaannya sendiri sehingga ia jadi gagal mengontrolnya di kemudian hari.
Berikut cara mengendalikan emosi anak sesuai usianya:

1. Mengatur emosi usia bayi

Anak digolongkan masih bayi jika usianya 0-12 bulan. Di usia ini, anak akan menampakkan emosi alaminya dan mengenal emosi kedua dari lingkungan terdekat yang ada di keluarganya.
Sesuai dengan perkembangan otaknya, emosi bayi akan terpengaruh apabila berhubungan dengan tiga hal, yaitu sentuhan, pelukan, dan makanan.
Rasa senang dan sedih tergantung pada 3 hal tersebut. Riset menyatakan bahwa bayi berusia 6 bulan mulai bisa menyesuaikan kondisi dan mencoba mengatasi emosinya sendiri.
Namun, Parents bisa membantunya untuk jadi lebih senang dengan memutarkan lagu maupun mengajaknya bernyanyi. Rasa stres yang dialami bayi bisa berkurang dengan adanya stimulasi dari melodi musik yang diputar.
Jangan lupa, interaksi dengan orangtua maupun orang terdekatnya adalah cara ampuh untuk membuat bayi tenang. Jadi, jika Parents ingin anak tenang, ada baiknya untuk memutar lagu sambil mengajaknya bermain ya.

2. Mengendalikan emosi anak balita

Di usia 1 – 5 tahun ini, rasa takut adalah emosi yang paling sulit dimengerti dan diatasi oleh balita. Pada usia ini juga, orangtua mulai mengakrabkan anak dengan emosinya sendiri.
Misalnya saat ia menangis, Parents perlu bertanya apa yang ia rasakan. Saat ia senang, Parents juga mulai bisa mengajaknya berinteraksi tentang apa yang membuatnya senang.
Misalnya Bunda bertanya, “Kok dedek keliatan sedih? Kenapa? Sini coba cerita sama Bunda.” Atau bisa juga, “Dedek seneng sekali? Coba ceritain ke Ayah”
Di usia balita, mereka sudah mulai bisa berkompromi dengan emosinya sendiri. Namun Parents harus mulai berhati-hati karena balita akan meniru respon orangtuanya dalam segala situasi.
Jadi, lebih berhati-hati dalam bersikap. Karena Anda adalah idola pertama anak, maka Anda lah yang akan ditiru olehnya.

3. Mengendalikan emosi anak-anak

Di usia 6-10 tahun, anak-anak sudah mulai mengenal emosi kedua (secondary emotion). Di sini, mereka bisa terpengaruh lingkungan, media, dan memiliki pemikirannya sendiri tentang segala sesuatu.
Anak-anak tak hanya harus mampu mengidentifikasi emosinya sendiri. Melainkan juga mampu mengatakan apa yang menyebabkan ia jadi seperti itu.
Ia mestinya sudah bisa menahan diri dari emosi yang mungkin dapat merugikan orang lain. Ia belajar kata maaf, kebaikan, dan segala macam tentang emosi baik.
Ia mulai tahu mana yang baik dan buruk, mana yang jahat, dan penyebabnya. Jika merugikan orang, maka sebaiknya ia tidak melakukannya.
Anak mulai belajar rasa sakit hati, iri, benci, marah pada seseorang, kasihan, terharu, lucu, dan berbagai emosi lainnya. Di sinilah anak mulai belajar untuk dewasa dan mengatasi rasa kecewanya.
Caranya mengatasi masalahnya di usia ini akan berdampak sampai ia dewasa. Maka, Parents tak perlu selalu membantunya dalam berbagai hal.
Biarkan ia gagal dan ajari ia untuk mengatasi rasa kecewa karena kegagalannya ini.
Kunci utama adalah bonding dengan orangtuanya. Jika orangtua jadi tempat aman untuknya, maka anak akan merasa bahwa apapun situasi sulit yang ia hadapi, orangtua akan jadi tempat aman untuknya yang membuat keadaan akan jadi terasa baik-baik saja.

Keceriaan anak-anak Bilik Dolan di Taman Kota

Halo semua.... Berjumpa kembali dengan blog Bilik Dolan... Setelah sempat ditutup beberapa lama untuk direnovasi, kembali Taman Kota 1 di...