Kamis, 31 Januari 2019

8 Kunci Agar Anak Tak Jadi Generasi Home Service

Kini ada istilah generasi home service. Apa artinya, apa saja penyebabnya dan bagaimana agar anak terhindar darinya?
“Ma, sepatuku mana?” Milena berteriak. Hampir setiap pagi ia seperti itu. “Kaos kakinya nggak ada Ma. Cepetan cariin!”
“Ih, ini kusut. Pasti belum disetrika ya,” katanya bersungut-sungut. “Ini rok abu-abuku sudah mulai kusam Ma. Nanti siang beliin ya. Soalnya besok kupakai.”
Bukan hanya Milena yang bersikap seperti itu. Banyak anak SMA lainnya yang dikeluhkan oleh orangtua karena mengalami gejala serupa. Sudah besar, tapi belum mandiri. Sudah berseragam putih abu-abu, tapi masih minta semuanya dilayani. Belum bisa mengerjakan sendiri.
Generasi “Home Service”, demikian istilah untuk mereka. Generasi home service adalah generasi yang selalu minta dilayani. 

Penyebab Anak Jadi Generasi Home Service

Mengapa anak menjadi generasi home service? Setidaknya ada delapan sebab secara umum, sebagai berikut:

1. Sejak kecil dilayani (pembantu)

Sejak kecil dilayani, apalagi oleh pembantu, bisa membuat anak terpola untuk selalu minta dilayani.

2. Ke mana-mana diikuti babbysitter

Di zaman sekarang, kadang ada anak-anak yang ke mana-mana diikuti babbysitter. Ketika ada sesuatu, dengan cekatan babbysitter melakukan aksinya. Beberapa kali saya melihat di plaza dan mall.
Seharusnya, anak bisa mulai bermain sendiri bersama teman. Kadang berselisih, kadang ada yang menangis, tidak masalah. Itu melatih kemandirian dan emosi mereka. Orangtua tidak perlu turun tangan yang justru bisa menghambat kemandirian anak dan membuat anak tergantung. Bahkan bisa timbul pertengkaran antar tetangga jika orangtua turun tangan.

3. Keperluan selalu dipenuhi tanpa dilatih berusaha sendiri

Jika keperluan anak selalu dipenuhi tanpa dilatih berusaha sendiri, anak bisa tumbuh menjadi generasi home service. Anak mau mainan, diambilkan. Anak mencari kaos kaki, dicarikan. Anak habis makan, orangtua yang merapikan.

4. Terlalu lama pakai popok bayi dan disuapi

Umumnya, bagi orangtua yang ingin praktis dan tidak mau repot, mereka memilih anak-anaknya pakai popok bayi saja.
“Daripada nanti ngompol, repot membersihkan lantai dan cucian menumpuk,” demikian pertimbangannya.
Pun karena tak ingin anaknya lapar, anak disuapi. Jika terbawa sampai besar, ini akan berbahaya. Apalagi anak minta disuapi sambil mainan gadget. Faktanya, ada anak usia SD masih disuapi kalau makan.

5. Terbiasa dicarikan tanpa berusaha mencari sendiri

Usia tiga tahun: “Ma, mana mainanku yang kemarin?
Usia SD: “Ma, ambilkan tasku”
Usia SMP: “Ma, mana buku pelajaranku?”
Kalau selalu dicarikan tanpa ia berusaha mencari sendiri, sampai dewasa pun akan terbiasa begitu. Menjadi generasi home service.

6. Terbiasa dibantu

Pakai baju dibantu, pakai sepatu dibantu, mengancingkan baju dibantu. Terus begitu. Akhirnya ia selalu membutuhkan bantuan dan sulit mandiri.

7. Terlalu banyak main gadget yang serba instan

Dengan google, anak bisa mencari apa pun secara cepat. Di playstore, anak bisa mendapatkan aplikasi apa pun yang diinginkannya secara instan. Apalagi jika ia selalu main game, otaknya bisa terpola untuk mengharap sesuatu secara instan tanpa proses yang semestinya.

8. Keinginan selalu dipenuhi orangtua

Saya sering mendapati anak-anak SD bahkan TK sudah punya smartphone sendiri. Ini salah satu indikasi keinginan anak yang selalu dipenuhi orangtua dan itu berbahaya. Dealer resmi iPhone dan iPad hanya mau menjual gadget itu pada usia minimal 17 tahun.

8 Kunci Agar Anak Tidak Menjadi Generasi Home Service

Ada delapan kunci agar anak tidak menjadi generasi home service.

1. Latih anak mandiri sejak dini

Melatih anak toilet training, mandi sendiri, pakai baju sendiri dan pakai sepatu sendiri akan membuat anak lebih mandiri. Toilet training bisa dilakukan pada usia 2-3 tahun, bahkan kurang dari itu.
Memakai baju sendiri juga merupakan tonggak psikologis dan emosional yang penting. Motorik kasar anak terlatih saat mengangkat lengan dan kaki ketika berganti baju, motorik halus terlatih saat memakai kancing atau membetulkan resleting, kognitifnya juga terlatih dengan memahami urutan memakai baju.
Anak-anak bisa mulai dilatih memakai baju usia 2 tahun atau lebih cepat. Dimulai dari yang sederhana, dibantu memakaikan kancingnya. Tapi di usia 5 tahun, anak harus sudah bisa mengancingkan baju sendiri.

2. Latih anak bertanggung jawab

Sejak dini, tanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Di usia 2-3 tahun, anak-anak perlu dilatih membereskan mainan dan merapikan bukunya.
Di usia 4 tahun sudah mulai dibiasakan membereskan tempat tidur, meletakkan piring kotor di tempatnya, dan membuang sampah. Saat ia masuk sekolah, sejak saat ini harus dilatih untuk merapikan tasnya dan mempersiapkan peralatan sekolah.
Saat SD, sebisa mungkin setiap ada tugas anak berusaha menyelesaikan sendiri. Kecuali hal yang memang benar-benar membutuhkan bantuan dan bimbingan orangtua.

3. Biasakan anak tumbuh dengan tantangan

Biasakan anak-anak tumbuh dengan tantangan. Bukan menuruti semua keinginannya. Misalnya anak ingin mainan. Ajak ia menabung terlebih dahulu.
Carol Dweck, Psikolog dari Stanford University, mengatakan, “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan.”

4. Libatkan ayah mengurus pekerjaan rumah

Bagaikan spons yang menyerap  banyak air dengan cepat, begitulah kira-kira gambaran otak anak. Apa yang dilakukan ayah dan ibu akan segera ia tiru.
Ketika anak melihat seluruh anggota keluarga terlibat dalam mengurus pekerjaan rumah, maka ia pun menyerap nilai tanggungjawab dan terbiasa melakukannya. Jangan sampai anak memiliki pemahaman keliru bahwa seluruh pekerjaan rumah adalah tanggung jawab ibu atau pembantu.
Dan meskipun memiliki pembantu, harus ada pekerjaan tertentu yang dikerjakan oleh ayah. Misalnya menyiram tanaman dan mencuci mobil. Jangan sampai anak terbiasa tidak mengerjakan apa pun dan akhirnya saat dewasa tidak bisa melakukan apa pun.

5. Latih kedisiplinan

Latih kedisiplinan anak sejak dini. Dimulai dari hal-hal sederhana, terkait waktu dan tempat, misalnya. Jam berapa waktunya main, jam berapa harus pulang. Tas diletakkan di mana, sepatu diletakkan di mana, dan sebagainya.

6. Tanamkan Kejujuran

Menanamkan kejujuran kepada anak-anak sejak dini hingga selamanya.
Kontennya benar, cara menyampaikannya juga benar.
Ketika anak jatuh, jangan katakan: “Mejanya salah ya Nak, bikin kamu jatuh.” Itu nggak benar, anak akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang suka menyalahkan, tidak bertanggung jawab. Akhirnya menjadi generasi home service.
Atau, “Jangan menangis, gitu aja kok. Nggak sakit kok.” Akhirnya anak tumbuh menjadi pribadi yang mengabaikan perasaannya. Atau anak ditinggal pergi dengan cara ditilap, akhirnya anak belajar, “O, boleh menipu ya.”

7. Doakan anak

Kunci yang paling utama agar anak terhindar dari generasi home service adalah doa. Mengapa? Karena pada hakikatnya, hati anak itu dalam genggaman Allah. Allah yang Menguasai dan bisa membolak-balikkannya.
Karenanya kita perlu memperbanyak doa kepada Allah agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang mandiri, bukan menjadi generasi home service. Dan doa orangtua ini luar biasa. Insya Allah pasti dikabulkanNya.

Rabu, 30 Januari 2019

Memberikan Reward dan Punishment yang Mendidik pada Anak

Reward dan Punishment merupakan hal yang penting dan mendidik yang dapat diberikan kepada anak.
Kami di Bilik Dolan juga menerapkan hal tersebut kepada anak-anak di daycare kami, dimana anak-anak diharapkan dapat mengerti manfaatnya seperti di bawah ini.
Anak adalah buah hati, dimana kalau mereka melakukan kesalahan, terkadang tidak jarang orang tua, tidak tega untuk memarahi anak, apalagi kalau itu anak tunggal, tetapi ada juga orang tua yang tega memarahi anaknya dan bahkan memukulnya, terkait hal tersebut, hukuman terkadang efektif dilakukan ketika anak sudah melewati batas dalam melakukan kesalahan, namun hukuman yang seperti apa ?, karena anak akan sadar dengan kesalahannya apabila cara member hukumannya tepat, dan begitu juga sebaliknya anak akan semakin menjadi-jadi dalam berbuat salah dan tidak mau mendengarkan orang tua, apabila hukumannya tidak tepat sasaran.

Reward juga begitu, apabila kita memberikannya terlalu berlebihan akan, berdmpak pada perilku anak, dimana mereka tidak mau bekerja melakukan perintah kita, apabila tidak ada imbalan, dan cenderung selalu ingin upah, minsalnya kita suruh mandi, harus dikasi uang atau jajan, baru mau mandi, disuruh belajar, harus ada upah, kalau terus-terusan seperti ini, anak akan terbiasa berfikir melakukan sesuatu yang positif berdasarkan materi, bukan kesadaran sendiri, walaupun anak belum bisa berfikir secara matang, kita mengajarkannya sedikit demi sedikit, tentang norma.

Cara yang efektif yang dilakukan ketika kita memberikan reward dan punishment pada anak, yaitu ketika dia berbuat salah, sebaiknya kita tidak usah memarahi anak ketika kita sedang marah dan menghadapi masalah, karena kalau emosi kita lagi marah atau banyak masalah, biasanya yang terjadi justru, secara tidak sadar kita akan membentak anak, atau paling tidak kata-kata kita tidak terkontrol, dan tidak dari hati, sehingga biasanya setelah marah, kita akan timbul penyelasalan, karena kita telah berlebihan dalam memarahinya.

Ketika marah, hindari kata-kata kotor atau melabeli anak dengan hal-hal negative, seperti maaf, “bodoh keras kepala” dan sebagainya, karena hal ini akan berakibat pada kondisi psikis anak, dia akan menganggap dirinya memang bodoh dan pantas mendapat lebel seperti itu, sehingga anak menjadi tidak percaya diri, ketika mengutarakan pendapat atau bertanya, baik di rumah maupun di sekolah.

Usahakan memberikan pemahaman kepada anak, bahwa yang kita marahi bukanlah dia, tetapi perilakunya, karena perbuatannya yang salah, maka kita tegur, dengan cara seperti ini, anak akan berfikir tentang bagaimana perilaku baik dan buruk, serta apa dampaknya bagi dia sehingga anak juga akan merasa disayang, dan merasa dibawah kontrol kita.

jangan sampai bertentangan pendapat dengan dengan baik dari pihak ibu maupun bapak, apabila salah satu ada yang membela anak, maka dia akan merasa terlindungi dari kesalahan yang telah diperbuat, sahingga apapun yang dia lakukan, pikirannya tenang saja nanti ada yang membela, hal ini tidak akan bisa memperbaiki anak, tetapi justru akan menambah daftar kesalahan anak.

usahakan jangan sampai memukul anak, dan jangan sampai memukul pada daerah yang berbahaya bagi kesehatan seperti, otak, leher, pipi, muka, perut, leher, punggung alat vital, tangan, kaki, kenapa demikian karena kalau hal diatas dipukul, bisa berdampak pada kondisi fisiknya dan psikisnya, seperi terluka, trauma dan sebagainya.

Reward juga demikian, kalau anak mendapatkan prestasi, berilah dia pujian, karena dengan cara itu, mereka akan merasa dihargai, dari hasil kerja kerasnya, prestasi tidak hanya berupa juara umum di sekolah atau menang lomba, tetapi prestasi bisa berupa hal postif yang berhasil dilakukan anak, minsalnya dia bisa membaca atau mengeja, bagi anak hal itu merupakan pencapaian yang luar biasa, kalau ini diapresiasi, dia akan bertambah semangat, bisa dengan mengajaknya ke took buku, atau membelikannya buku bacaan bergambar dan, masih banyak lagi hal positif yang bisa kita berikan reward.

Reward efektif diberikan, ketika anak berhasil melakukan pekerjaan yang dirasa susah dan menantang baginya, tetapi kalau kita terlalu banyak memberikan reward pada hal-hal yang biasa dilakukan anak, makan rewad hanya jadi kesenangan yang berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan baginya, karena penghargaan bagi anak dikala berhasil melakukan hal yang susah atau menantang, justru akan dikenang sampai dia besar, dan biasanya akan dieritakan pada anak-anaknya dikemudian hari.

Manfaat yang lainnya yaitu : 
 
1. Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Ketika seorang anak mendapatkan reward dari orang tua ataupun gurunya maka otomatis dia akan semakin termotivasi untuk semakin giat belajar dan mempertahankan prestasinya itu. Bagi anak yang belum berprestasi pun sama mereka bisa menjadi termotivasi untuk semakin giat belajar agar menjadi berprestasi dan mendapat reward seperti temannya yang berprestasi. Bisa jadi dengan reward ini anak yang tadinya malas sekali belajar menjadi lebih giat karena ia juga ingin mendapat reward seperti anak lainnya. Berarti dari contoh di atas reward bisa menjadi motivasi eksternal yang mampu meningkatkan motivasi belajar anak. Semakin tinggi motivasi anak dalam belajar semakin mungkin anak tersebut untuk berprestasi.

2. Meningkatkan Jiwa Kompetitif Anak
Melalui pemberian reward juga jiwa kompetitif atau jiwa saing seorang anak akan meningkat. Jika anak sudah memiliki prestasi yang baik otomatis ia akan belajar lebih giat agar tetap bisa mempertahankan prestasinya. Sehingga posisinya itu tidak digeser oleh anak yang lain. Selain itu bagi anak yang belum memiliki prestasi maka ia juga akan belajar lebih giat agar bisa berprestasi seperti temannya yang lain.

3. Penghargaan Terhadap Diri Anak
Melalui pemberian reward tentu saja anak akan merasa gembira. Selain itu ia juga akan merasa dihargai, belajar yang ia lakukan dengan tekun dan penuh perjuangan mendapatkan sebuah penghargaan. Memang dengan ia mendapatkan sebuah prestasipun anak pasti sudah senang akan tetapi dengan reward ini menjadi sebuah bukti nyata dan sebuah apresiasi atas apa yang telah anak capai. Berkat penghargaan inilah semangat anak untuk terus belajar akan semakin terpacu.

Reward yang anda berikan kepada anak bisa berupa apa saja, mulai dari hal-hal kecil hingga yang cukup istimewa. Anda bisa memberikan anak alat tulis sesuai dengan motif atau tokoh kartun kesukaan anak, tas, sepatu, jam tangan ataupun hal lain yang memang disukai anak. Tapi dalam pemberian reward ini hendaknya harus diperhatikan kapan waktu anak baiknya diberikan reward dan kapan sebaiknya tidak diberikan reward. Selain itu juga hendaknya turut diperhatikan reward apa yang cocok diberikan kepada anak jangan terlalu berlebihan. Nah bagaimana sudahkah anda memberikan reward kepada anak anda ketika ia berprestasi? Jika belum maka hendaknya sesekali berikan ia reward ya karena seperti telah dijelaskan di atas pemberian reward yang tepat mampu meningkatkan prestasi anak.

Semoga para orang tua dapat menerapkan hal tersebut secara konsisten kepada anak-anaknya, sehingga anak-anak tersebut dapat makin berkembang ke arah yang positif dan dapat menjadi anak-anak yang membanggakan bagi orang tuanya.

Salam untuk anak-anak semuanya dan sukses selalu....

Senin, 28 Januari 2019

Mengenal Perkembangan Psikologi Anak

Pernahkah Anda merasa bingung mengenai peran yang harus dijalankan sebagai orangtua? Inginnya, sih, anak tumbuh menjadi pribadi yang baik dan diterima oleh semua lapisan masyarakat, tapi kadang bingung harus bagaimana menyikapi tantangan dari dunia luar. Tenang saja, ada delapan tahap psikososial (hubungan antara kondisi sosial dengan psikologis) dari Erik Erikson yang siap menjadi pengantar para orangtua untuk bertindak.
Sebelumnya, Erik Erikson adalah seorang psikoanalitik asal Jerman. Berbeda dengan tokoh psikoanalitik yang tersohor, Sigmund Freud, menurut Erikson justru perkembangan manusia terjadi seumur hidup, sehingga diperlukan bimbingan dan dukungan dari orangtua untuk membentuk anak menjadi pribadi yang baik.

Perkembangan psikologi anak dari tahun ke tahun

Rasa percaya vs tidak percaya (trust vs mistrust)

Tahap ini adalah tahap paling awal dari setiap manusia, dimulai pada tahun pertama dari bayi. Pada tahap ini, anak akan banyak bergantung pada ibu, ayah, nenek, atau baby-sitter, sehingga diperlukan kasih sayang yang cukup agar anak belajar bahwa dunianya akan menjadi tempat yang menyenangkan untuk ditinggali. Orangtua harus memberikan perhatian yang cukup untuk anak, dan terus berlaku baik dan penuh kasih sayang.
Jika anak tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup, bahkan hingga mengalami kekerasan dan ditelantarkan, anak akan membentuk sifat mistrust (rasa tidak percaya) pada dunia. Anak yang memiliki sifat mistrust merasa bahwa dunia adalah tempat yang kejam untuk tumbuh dan berkembang.

Kemandirian vs rasa malu dan keragu-raguan (autonomy vs shame and doubt)

Tahap ini mulai berkembang pada masa batita (usia 1-3 tahun). Pada anak yang merasa trust (rasa percaya) terhadap pengasuhnya (bisa orangtua, nenek, atau baby-sitter), anak akan merasa percaya diri terhadap apa yang dilakukannya. Diperlukan kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi diri dan lingkungan mereka untuk mengembangkan sifat mandiri. Namun, pengawasan oleh orangtua juga sangat diperlukan, seperti memberi tahu bahwa panci yang berada di atas kompor itu panas, atau berlari saat menyebrang di jalan tidak boleh dilakukan. Pengawasaan yang berlebihan hingga menggunakan kekerasan terhadap anak akan membentuk anak menjadi ragu-ragu akan kemampuannya sendiri dalam bertahan hidup.

Inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilt)

Tahap ini mulai berkembang pada saat anak mulai masuk playgroup atau TK (usia 3-5 tahun). Karena anak sudah mulai mengenai dunia yang lebih luas di tempat bermainnya (bisa playgroup, TK, atau bersosialisasi dengan tetangga), akan muncul banyak tantangan baru bagi anak. Perbolehkan anak untuk bermain dengan banyak hal, dan berikan dorongan untuk anak agar mencoba banyak hal baru. Bermain tidak hanya penting bagi kehidupan sosial dan emosi anak, tapi juga membantu anak untuk mengembangkan otak dan pola pikirnya.
Pada tahap ini, orangtua harus menjadi panutan yang baik bagi anak. Kritikan juga harus dibuat seminimal mungkin karena anak akan mungkin melakukan kesalahan, seperti merusak barang secara tidak sengaja dan menumpahkan makanan. Izinkan anak untuk bermain permainan yang tidak membutuhkan waktu lama hanya untuk duduk-duduk.
Anak yang dilarang dalam mengeksplorasi diri dan terlalu banyak dihukum akan mudah merasa bersalah dan gelisah.

Industri vs inferioritas (industry vs inferiority)

Pada tahap keempat ini, kira-kira usia 6 tahun hingga remaja, anak mulai memfokuskan diri mereka pada ilmu dan pengetahuan. Bagi anak yang merasa dirinya tidak mampu, mereka akan mengembangkan sifat inferiority; alias merasa tidak mampu, tidak produktif, dan tidak sebaik anak lainnya.
Perlu bantuan dari guru di sekolah untuk mengarahkan anak pada kegiatan yang membangkitkan rasa pengetahuan mereka. Berikan pelajaran yang menarik; misalnya bermain dengan kartu memori atau mencari kertas yang berisi pertanyaan. Walaupun begitu, pastikan juga setiap anak di kelas dapat merasakan keberhasilan yang sama antara satu anak dengan anak lainnya untuk menghindari sifat inferiority.

Identititas vs kebingungan identitas (identity vs identity confusion)

Ini dia tahap yang bikin bukan cuma anak, tapi juga orangtua, merasa pusing: tahap pubertas. Tahap ini biasanya dimulai dari usia 10-20 tahun. Pada tahap ini, remaja cenderung mencari jati diri mereka dan “coba-coba”. Remaja yang berhasil mendapatkan identitas diri yang produktif, sehat, dan dianggap baik akan terbentuk menjadi remaja dengan identitas yang sehat, dan begitu juga sebaliknya. Pada remaja yang cenderung “tidak berhasil” dalam masa coba-coba mereka, ia akan terbentuk menjadi pribadi yang “kebingungan” tanpa arah hidup.
Orangtua memiliki peran penting untuk terus mengarahkan keinginan anak agar tidak terjerumus ke pergaulan yang salah. Dengarkan apa yang menjadi keinginan anak, jika anak tertarik pada musik, masukkan anak ke tempat les musik atau luangkan waktu Anda untuk mengajarkan anak alat musik.

Semua ini diharapkan dapat dimengerti oleh orang tua, sehingga orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anak-anaknya ke arah yang tepat dan positif.

Kami di Bilik Dolan selalu berusaha mengarahkan dan membimbing anak-anak ke arah yang tepat sesuai kepribadian dan karakternya masing-masing. 
Lingkungan rumah, keluarga, sekolah, lingkungan dan day care harus bersinergi dalam membimbing anak.
Apabila ada salah satu pihak yang tidak membimbing dengan baik, tentu saja akan berpengaruh terhadap perkembangan, kepribadian dan karakter anak.
Dan hal ini bisa saja mengarah ke arah yang tidak baik dan negatif.
Seperti anak yang membangkang, anak yang berbohong, tidak percaya diri, tidak mau bersosialisasi dan hal-hal negatif lainnya.

Semoga anak-anak Indonesia selalu mempunyai kepribadian dan karakter yang baik...

Minggu, 27 Januari 2019

8 Jenis Kecerdasan Anak dan Cara Mengembangkannya


Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar pendidikan yang juga dari Universitas Havard, Howard Gardner. Howard membaginya menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self smart  (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interpersonal), musik smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).
Thomas menjelaskan, setiap anak barangkali bisa memiliki delapan jenis kecerdasan ini. Hanya saja, ada anak yang hanya menonjol pada satu atau lebih jenis kecerdasan tersebut. Untuk itu, menurut Thomas, orangtua seharusnya mengenali jenis kecerdasan anak, kemudian membantu mengasah kecerdasannya.

“Dukunglah anak sesuai jenis kecerdasannya. Adanya minat, bisa membangun kompetensi anak kemudian hari,” kata Thomas.
Thomas menegaskan, orangtua tidak bisa memaksa bakat yang dimiliki anak. Anak seharusnya didukung sesuai minatnya. 

Seperti apa 8 tipe kecerdasan anak ini? Berikut penjelasannya dan cara mengembangkannya.

1. Word smart (kecerdasan linguistik)
Jenis kecerdasan ini  berkaitan dengan kemampuan anak dalam berbahasa baik dalam bentuk tulisan maupun saat berbicara. Kecerdasan linguistik dapat dilihat ketika anak suka membaca, cepat bisa mengeja kata dengan baik, suka menulis, suka berbicara, dan mendengarkan cerita. 
Jika anak menunjukkan kesukaannya seperti ini, orangtua bisa memberikan buku-buku cerita, mainan huruf alphabet, kertas untuk menulis, atau mainan yang berkaitan dengan huruf dan kata-kata lainnya yang bisa menstimulasi kecerdasannya ini.
Orangtua juga bisa mendukung anak dengan sering mengajaknya bercerita, membaca bersama, membacakan dongeng, dan melakukan dialog berdua dengan anak. 

2. Number smart (kecerdasan logika atau matematis)

Jenis kecerdasan ini bisa ditandai ketika anak tertarik dengan angka-angka, menyukai matematika, dan hal-hal yang berbau sains, maupun yang berhubungan dengan logika.
Untuk  mengasah kemampuannya ini, berikan anak-anak alat berhitung yang menarik, benda-benda untuk dihitung, balok bertulisan angka-angka, puzzle, hingga timbangan untuk mengukur berat.
Orangtua bisa mengajak anak mengunjungi museum ilmu pengetahuan, mengajak anak bermain sambil menghitung, atau bermain monopoli.

3. Self smart  (kecerdasan intrapersonal)
Anak dengan tipe kecerdasan ini cenderung lebih suka bermain sendiri. Namun, ia bisa mengatur emosi dengan baik. Anak ini biasanya memiliki ambisi dan sudah tahu ingin jadi apa saat besar nanti. Ia juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan bisa mengomunikasikan perasaannya dengan baik.                                                                           
Jika si kecil menunjukkan tanda kecerdasan ini, berikan ia dukungan dengan menyediakan tempat yang nyaman untuk bermain sendiri, boneka, atau mainan untuk main peragaan. Orangtua bisa mengajak si kecil berbicara mengenai perasaannya dan menanyakan pendapat mereka tentang berbagai hal. Bisa juga dengan mengajak mereka melakukan aktivitas yang bersifat reflektif seperti yoga. 


4. People smart (kecerdasan interpersonal)
Berbanding terbalik dengan self smart, anak yang memiliki tipe kecerdasan ini lebih suka bermain dengan banyak orang. Anak juga memiliki empati, mampu memahami perasaan orang lain, dan cenderng menonjol sehingga suka memimpin saat bermain.
Anak seperti ini sangat cocok diberikan kostum-kostum untuk bermain drama atau teater boneka. Orangtua bisa mengajak mereka bermain bersama di luar rumah atau sering mengajak si kecil datang ke acara keluarga untuk bersosialisasi.

5. Music smart (kecerdasan musikal)
Kecerdasan musikal barangkali salah satu tipe kecerdasan yang paling mudah dilihat oleh orangtua. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan ini, antara lain suka bernyanyi, menggoyangkan badan atau berjoget ketika mendengar suara musik, suka mendengarkan musik, mengingat lagu, suka memukul-mukul seperti bermain drum, dan main piano.
Untuk mendukung minat anak di bidang musik, berikanlah ia alat musik seperti drum kecil, keyboard, piano, pianika, dan berbagai alat musik lainnya. Ajaklah si kecil bermain musik bersama, bernyanyi, mendengarkan musik, bahkan mengajaknya menonton konser musik anak-anak.

6. Pictue smart (kecerdasan spasial)
Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya terlihat dari kesukaannya menggambar, mencorat-coret kertas, mewarnai, suka berimajinasi, hingga suka bermain-main membangun sesuatu menggunaan balok.
Untuk anak ini, berikanlah buku gambar, perlengkapan untuk mewarnai seperti kuas dan cat air, dan kamera. Seringlah melakukan kegiatan menggambar bersama hingga mengunjungi museum seni.

7. Body Smart (kecerdasan kinetik)
Anak yang memiliki kecerdasan body smart sangat aktif, seperti suka berolahraga, menari, menyentuh berbagai benda dan mempelajarinya, atau membuat sesuatu dengan tangannya.
Untuk mendukung kecerdasannya, berikan anak mainan balok-balok kayu, kantong pasir agar ia bisa membuat suatu bangunan atau rumah-rumahan. Bisa juga memberikan anak tali untuk bermain lompat tali.
Anak seperti ini sangat senang diajak berolahtaga bersama keluarga, membuat prakarya, atau memonton pertunjukkan balet atau teater.

8. Nature smart (kecerdasan naturalis)
Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis sangat suka bermain di alam. Anak ini juga menyukai binatang, memiliki kepedulian terhadap lingkungan, suka dengan tanaman.
Untuk mendukungnya, berikan anak binatang peliharaan, akuarium, sediakan kebun dan tanaman, hingga alat teropong untuk melihat burung-burung.
Anak seperti ini sangat suka diajak berjalan-jalan di alam bebas, pergi ke kebun binatang, dan melakukan kegiatan berkebun bersama sambil mengenal jenis tanaman dan hewan atau serangga yang ditemui.

Kami di Bido, selalu berusaha mengembangkan kecerdasan dan kemampuan anak sesuai dengan  jenis kecerdasan masing-masing anak. Karena kami tahu, setiap anak itu pada dasarnya berbeda-beda.
Kalau hanya ukuran akademik atau prestasi di sekolah yang menjadi ukuran, kasihan anak-anak tersebut.

Salam Cerdas sesuai dengan kemampuan masing-masing anak untuk anak-anak Indonesia semuanya...

Kamis, 24 Januari 2019

Lomba Menyambut Ulang Tahun Bilik Dolan Yang Ke 6

Menyambut ulang tahun Bilik Dolan yang ke-6 tahun, kami mengadakan lomba menggambar suasana Bilik Dolan yang diikuti oleh beberapa anak-anak Bilik Dolan sendiri.
Suasananya berlangsung seru, ceria, fun dan penuh kreativitas.
Tentu saja ada hadiahnya dong, buat menambah semangat dan jiwa kompetisi dari anak-anak.

Selamat Ulang Tahun Bilik Dolan...
Semoga panjang umur selalu, semakin menjadi tempat yang asyik, menyenangkan dan membuat betah bagi anak-anak dan mampu ikut mendidik anak-anak ke arah yang selalu positif dan berkesan bagi mereka.

Berikut rangkuman suasananya...





Rabu, 23 Januari 2019

Manfaat Bermain Lego Bagi Anak-Anak

Di Bido kadang setelah anak-anak tidur siang dan bangun tidur, mereka ada yang bermain lego. Sebenarnya ada yang pro kontra, apakah bermain lego itu hanya seperti bermain biasa ataukah dapat memberikan manfaat yang lebih bagi anak-anak ?
Berikut kami uraikan manfaat bermain lego di bawah ini.
Ayah bunda pasti sudah tahu kan apa itu lego ? Ya, Lego adalah suatu  permainan menyusun balok dengan berbagai macam warna yang saat ini sudah sangat mudah kita temui. Hampir disetiap tempat seperti di mall,  wahana permainan, di rumah, maupun di sekolah lego sering kali digunakan sebagai alat bermain untuk anak. Namun, sebenarnya apa sih manfaat dari bermain lego pada anak ? Apakah hanya sekedar permainan biasa ?
Ternyata bermain lego tidak hanya sekedar menyusun balok saja loh ayah bunda, namun banyak sekali manfaatnya bagi tumbuh kembang anak. Permainan lego dapat membantu perkembangan psikomotor, kognitif dan juga kemampuan sosial anak. Berikut adalah manfaat bermain lego bagi tumbuh kembang anak
  1. Motorik Halus
Saat anak bermain lego, anak akan banyak mengambil, mengangkat, menekan hingga merekatkan satu persatu balok lego. Hal ini akan membantu anak untuk mengembangkan motorik halus khususnya pada jari tangan. Otot-otot kecil yang kuat akan terbentuk di jari tangan yang dapat membantu anak untuk melakukan keterampilan lainnya, seperti belajar menulis, menggambar, dll.
  1. Konsep Matematika
Bentuk, ukuran, jumlah, hingga konsep penjumlahan maupun pengurangan dapat dipelajari lewat permainan lego. Disaat kita memberikan jumlah balok yang sedikit kepada anak untuk menyelesaikan bangunannya, anak akan belajar untuk menghitungnya. Secara perlahan mereka mulai mengerti bahwa masing-masing balok memiliki nilai.
  1. Kreativitas dan problem solving
Lego memiliki banyak warna, bentuk, ukuran, hingga beragam figur orang. Anak bisa menyusun lego menjadi suatu bangunan sesuai dengan instruksi yang ada, ataupun membuat bangunan sendiri dengan ditambahi berbagai macam figur sesuai dengan imajinasi yang mereka pikirkan. Hal ini akan membantu akan untuk lebih mengeksplor imajinasi dan kreativitas anak. Apabila ternyata anak mengalami kesulitan saat sedang menyusun hasil karyanya, anak dapat belajar mandiri untuk mencari cara menyelesaikan masalahnya.
  1. Social Skill
Bermain lego secara kelompok bersama adik, kakak, orangtua, maupun teman tentunya akan lebih menyenangkan dan bermanfaat bagi perkembangan anak. Dengan main lego bersama-sama, tiap anggota kelompok akan berdiskusi tentang strategi membangun lego, mulai dari bangunan apa yang akan dibuat, apa yang harus dilakukan terlebih dahulu, hingga peran dari masing-masing setiap anggota. Hal ini akan membantu anak untuk belajar kerjasama, berinteraksi, diskusi, sharing, mengemukakan ide, dan belajar menghargai ide orang lain yang tentunya dapat lebih mempersiapkan diri anak saat bersosialisasi di lingkungan sekitarnya.
  1. Sikap gigih
Bermain lego terkadang membuat frustasi. Disaat bangunan yang disusun hampir jadi, tiba-tiba hanya karena tersenggol dikit bangunan jadi jatuh. Tentunya ini akan membuat anak menjadi sedih dan kecewa, hasil karya yang sudah mereka buat menjadi rusak dan gagal. Namun, permainan ini memberikan kesempatan pada anak untuk selalu bisa mencoba hal baru karena anak dapat menyusunnya kembali menjadi suatu bangunan sesuai keinginan mereka. Hal ini dapat mengajarkan kepada anak sikap pantang menyerah, gigih dan selalu berusaha tanpa perlu merasa takut gagal.
  1. Percaya Diri
Mengambil satu persatu-satu balok hingga berhasil menyusunnya menjadi suatu bangunan akan menjadi kepuasan tersendiri bagi anak. Disaat anak telah selesai menyusun lego kemudian memperlihatkannya kepada ayah bunda dan mendapatkan komentar yang positif, anak akan merasa bangga dengan hasil karyanya. Hal tersebut akan membuat anak merasa dihargai atas hasil karyanya dan tentunya dapat membawa dampak positif untuk mengembangkan rasa percaya diri anak.
Nah, banyak sekali kan manfaat yang didapatkan anak dari bermain lego ? 
Maka dari itu, di Bido kami selalu mencoba up to date dengan menyediakan berbagai macam permainan lego yang terbaru dan menantang bagi anak-anak untuk membangun bangunan or kreativitas yang maksimal bagi anak-anak.
Tentu saja, bukan permainan lego saja yang kami sediakan. Kami juga menyediakan berbagai macam permainan kreativitas lainnya, yang akan kami bahas di artikel selanjutnya.
Salam untuk Anak-anak semuanya...



Selasa, 22 Januari 2019

Keceriaan Anak-Anak Bido Liburan Desember 2018

Anak-anak telah memasuki liburan pada bulan Desember.
Saatnya anak-anak untuk relax dan bermain bersama dengan teman-temannya.

Ada yang berinteraksi dengan lingkungan dan memungut sampah di Taman Kota, BSD.
Ada juga yang cooking class dengan latihan membuat pizza.

Ada juga yang menonton Film anak-anak di Bioskop...

Untuk para orang tua, kehidupan anak-anak dan masa depannya jauh lebih baik apabila lepas dari gadget.
Karena keseringan bermain gadget dapat merusak mata, syaraf, menjadi punya dunia sendiri dan kurang bersosialisasi dengan lingkungan.
Maka dari itu, kami selalu berusaha memberikan banyak kegiatan aktivitas dunia luar kepada mereka dan berinteraksi dengan lingkungan demi masa depan mereka yang tidak gadget oriented.

Berikut foto-fotonya keceriaan anak-anak di bawah ini...

















Senin, 21 Januari 2019

Kelebihan Daycare untuk Anak


Bagi Anda yang tinggal di kota besar, daycare atau TPA (Tempat Penitipan Anak)  seringkali menjadi alternatif terbaik untuk menitipkan anak selama bekerja di kantor. Tapi, banyak juga yang tidak begitu senang dengan pemikiran harus menitipkan anaknya seharian dengan anak-anak lain atau orang lain.

Namun, jika Anda sudah melakukan riset yang mendalam terhadap TPA yang dipilih, sebenarnya Anda tak perlu ragu lagi. Yakinlah bahwa anak berada di tangan yang tepat selama Anda beraktivitas.

Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang dititipkan di TPA justru mendapatkan banyak keuntungan dibandingkan anak-anak yang diasuh di rumah, yaitu:

- Anak-anak yang dititipkan di TPA jarang mengalami keterlambatan bicara sampai usia 3 tahun. “Kemungkinan, karena anak usia 1 sampai 1,5 tahun yang dititipkan di TPA mendapat rangsangan bahasa yang lebih intensif dari teman sebaya diban­dingkan anak yang berada di rumah,” ujar anggota tim peneliti, Ratib Lekhal, kandidat doktor dari Norwegian Institute of Public Health.
1.  Pandai bersosialisasi
Salah satu keterampilan yang bisa dipelajari anak Anda di tempat penitipan anak adalah bagaimana bersosialisasi. "Ia akan menghabiskan harinya untuk berinteraksi dengan anak-anak lain, maupun orang dewasa lainnya. Itu semua bermanfaat bagi perkembangan sosialnya," ungkap Jenny Garrett, penulis Rocking Your Role. Ia menambahkan, belajar bersosialisasi tak kalah penting dengan keterampilan perkembangan Si Kecil pada usia ini.
 
2.  Kualitas kognitif lebih baik
Sebuah studi dari US National Institute of Health menemukan bahwa anak-anak yang ditempatkan di daycare memiliki kualitas yang sedikit lebih baik dalam prestasi akademis dan kognitifnya, karena lebih banyak mendapatkan stimulasi. Para ahli juga mengatakan, lebih kecil risiko mereka untuk menjadi anak nakal saat beranjak remaja.

3.  Status kesehatan lebih baik
Sebuah studi yang ditampilkan dalam jurnal JAMA Pediatrics menemukan, anak-anak yang menghabiskan waktu di tempat penitipan anak saat usia sekitar 2 tahun memiliki sistem imun yang lebih kuat, sehingga ia akan lebih jarang sakit daripada anak-anak yang dirawat di rumah.
 
4.  Meredam kekecewaan
Salah satu hal yang memberatkan langkah Anda adalah saat Si Kecil tidak terima ketika Anda meninggalkan dirinya untuk pergi ke kantor. Bahkan, tak jarang rengekannya membuat Anda kewalahan. Namun, anak yang dititipkan di daycare disebut cenderung lebih mandiri dan tidak sesensitif anak yang ditinggalkan di rumah. Ia tidak akan ingat kapan dan seberapa sering Anda meninggalkannya di tempat penitipan anak, sehingga tidak akan ada rengekan lagi.
 
5.  Lebih mandiri
Anak yang dititipkan di daycare akan menghabiskan hari-harinya dengan banyak kegiatan bersama anak-anak lain. Hal itu bisa membuatnya lebih mandiri dan membantu mencegah anak Anda terlalu 'lengket' pada Anda.
 
6.  Mengajarkan rutinitas
Daycare sangat baik untuk mengajarkan rutinitas bagi anak Anda, karena mungkin saja Anda akan kerepotan jika melakukannya sendiri. Selain mendapatkan rutinitas untuk tidur siang, Si Kecil juga akan mendapatkan pelatihan tentang potty training

Bido menawarkan itu semua dengan banyak manfaat untuk anak Anda. Orang tua tidak perlu khawatir dengan berbagai hal.

Apalagi mengingat Bido sudah menginjak usia 6 tahun, dengan menghadapi berbagai macam tipe anak dan karakter yang berbeda di masing-masing anak.
Semoga ke depannya kami dapat terus memberikan yang terbaik untuk anak-anak semua, calon pemimpin masa depan bangsa.


Keceriaan anak-anak Bilik Dolan di Taman Kota

Halo semua.... Berjumpa kembali dengan blog Bilik Dolan... Setelah sempat ditutup beberapa lama untuk direnovasi, kembali Taman Kota 1 di...