Senin, 28 Januari 2019

Mengenal Perkembangan Psikologi Anak

Pernahkah Anda merasa bingung mengenai peran yang harus dijalankan sebagai orangtua? Inginnya, sih, anak tumbuh menjadi pribadi yang baik dan diterima oleh semua lapisan masyarakat, tapi kadang bingung harus bagaimana menyikapi tantangan dari dunia luar. Tenang saja, ada delapan tahap psikososial (hubungan antara kondisi sosial dengan psikologis) dari Erik Erikson yang siap menjadi pengantar para orangtua untuk bertindak.
Sebelumnya, Erik Erikson adalah seorang psikoanalitik asal Jerman. Berbeda dengan tokoh psikoanalitik yang tersohor, Sigmund Freud, menurut Erikson justru perkembangan manusia terjadi seumur hidup, sehingga diperlukan bimbingan dan dukungan dari orangtua untuk membentuk anak menjadi pribadi yang baik.

Perkembangan psikologi anak dari tahun ke tahun

Rasa percaya vs tidak percaya (trust vs mistrust)

Tahap ini adalah tahap paling awal dari setiap manusia, dimulai pada tahun pertama dari bayi. Pada tahap ini, anak akan banyak bergantung pada ibu, ayah, nenek, atau baby-sitter, sehingga diperlukan kasih sayang yang cukup agar anak belajar bahwa dunianya akan menjadi tempat yang menyenangkan untuk ditinggali. Orangtua harus memberikan perhatian yang cukup untuk anak, dan terus berlaku baik dan penuh kasih sayang.
Jika anak tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup, bahkan hingga mengalami kekerasan dan ditelantarkan, anak akan membentuk sifat mistrust (rasa tidak percaya) pada dunia. Anak yang memiliki sifat mistrust merasa bahwa dunia adalah tempat yang kejam untuk tumbuh dan berkembang.

Kemandirian vs rasa malu dan keragu-raguan (autonomy vs shame and doubt)

Tahap ini mulai berkembang pada masa batita (usia 1-3 tahun). Pada anak yang merasa trust (rasa percaya) terhadap pengasuhnya (bisa orangtua, nenek, atau baby-sitter), anak akan merasa percaya diri terhadap apa yang dilakukannya. Diperlukan kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi diri dan lingkungan mereka untuk mengembangkan sifat mandiri. Namun, pengawasan oleh orangtua juga sangat diperlukan, seperti memberi tahu bahwa panci yang berada di atas kompor itu panas, atau berlari saat menyebrang di jalan tidak boleh dilakukan. Pengawasaan yang berlebihan hingga menggunakan kekerasan terhadap anak akan membentuk anak menjadi ragu-ragu akan kemampuannya sendiri dalam bertahan hidup.

Inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilt)

Tahap ini mulai berkembang pada saat anak mulai masuk playgroup atau TK (usia 3-5 tahun). Karena anak sudah mulai mengenai dunia yang lebih luas di tempat bermainnya (bisa playgroup, TK, atau bersosialisasi dengan tetangga), akan muncul banyak tantangan baru bagi anak. Perbolehkan anak untuk bermain dengan banyak hal, dan berikan dorongan untuk anak agar mencoba banyak hal baru. Bermain tidak hanya penting bagi kehidupan sosial dan emosi anak, tapi juga membantu anak untuk mengembangkan otak dan pola pikirnya.
Pada tahap ini, orangtua harus menjadi panutan yang baik bagi anak. Kritikan juga harus dibuat seminimal mungkin karena anak akan mungkin melakukan kesalahan, seperti merusak barang secara tidak sengaja dan menumpahkan makanan. Izinkan anak untuk bermain permainan yang tidak membutuhkan waktu lama hanya untuk duduk-duduk.
Anak yang dilarang dalam mengeksplorasi diri dan terlalu banyak dihukum akan mudah merasa bersalah dan gelisah.

Industri vs inferioritas (industry vs inferiority)

Pada tahap keempat ini, kira-kira usia 6 tahun hingga remaja, anak mulai memfokuskan diri mereka pada ilmu dan pengetahuan. Bagi anak yang merasa dirinya tidak mampu, mereka akan mengembangkan sifat inferiority; alias merasa tidak mampu, tidak produktif, dan tidak sebaik anak lainnya.
Perlu bantuan dari guru di sekolah untuk mengarahkan anak pada kegiatan yang membangkitkan rasa pengetahuan mereka. Berikan pelajaran yang menarik; misalnya bermain dengan kartu memori atau mencari kertas yang berisi pertanyaan. Walaupun begitu, pastikan juga setiap anak di kelas dapat merasakan keberhasilan yang sama antara satu anak dengan anak lainnya untuk menghindari sifat inferiority.

Identititas vs kebingungan identitas (identity vs identity confusion)

Ini dia tahap yang bikin bukan cuma anak, tapi juga orangtua, merasa pusing: tahap pubertas. Tahap ini biasanya dimulai dari usia 10-20 tahun. Pada tahap ini, remaja cenderung mencari jati diri mereka dan “coba-coba”. Remaja yang berhasil mendapatkan identitas diri yang produktif, sehat, dan dianggap baik akan terbentuk menjadi remaja dengan identitas yang sehat, dan begitu juga sebaliknya. Pada remaja yang cenderung “tidak berhasil” dalam masa coba-coba mereka, ia akan terbentuk menjadi pribadi yang “kebingungan” tanpa arah hidup.
Orangtua memiliki peran penting untuk terus mengarahkan keinginan anak agar tidak terjerumus ke pergaulan yang salah. Dengarkan apa yang menjadi keinginan anak, jika anak tertarik pada musik, masukkan anak ke tempat les musik atau luangkan waktu Anda untuk mengajarkan anak alat musik.

Semua ini diharapkan dapat dimengerti oleh orang tua, sehingga orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anak-anaknya ke arah yang tepat dan positif.

Kami di Bilik Dolan selalu berusaha mengarahkan dan membimbing anak-anak ke arah yang tepat sesuai kepribadian dan karakternya masing-masing. 
Lingkungan rumah, keluarga, sekolah, lingkungan dan day care harus bersinergi dalam membimbing anak.
Apabila ada salah satu pihak yang tidak membimbing dengan baik, tentu saja akan berpengaruh terhadap perkembangan, kepribadian dan karakter anak.
Dan hal ini bisa saja mengarah ke arah yang tidak baik dan negatif.
Seperti anak yang membangkang, anak yang berbohong, tidak percaya diri, tidak mau bersosialisasi dan hal-hal negatif lainnya.

Semoga anak-anak Indonesia selalu mempunyai kepribadian dan karakter yang baik...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keceriaan anak-anak Bilik Dolan di Taman Kota

Halo semua.... Berjumpa kembali dengan blog Bilik Dolan... Setelah sempat ditutup beberapa lama untuk direnovasi, kembali Taman Kota 1 di...